Dosen IQT berbicara “Political Ethic dan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka” di seminar Pendidikan Politik

Blog Single

Selasa 28 Februari pukul 09.00 Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Aliansi Nusantara mengadakan seminar pendidikan politik yang dilaksanakan di kota kretek Kudus. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan edukasi pada masyarakat khusunya para mahasiswa dan para pemuda untuk mengetahui isu-isu politik yang berkembang dan sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilu 2024.

Hadir dalam seminar ini anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Diana Ariyanti, SP, perwakilan dari Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh Rahmat, Ketua DPD Aliansi Nusantara Khusnul Mushom, Ketua GMPP Khunsul Imanudin, Anggota DPD KNPI Edi Cahyono dan perwakilan dari akademisi Abdul Fatah, Dosen filsafat Politik IAIN Kudus yang sekaligus menjadi sekretaris prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin.

Abdul Fatah dalam presentasinya menyampaikan bahwa elit politik dalam mengatur kepemerintahan harus memiliki sense of ethic, jika para politisi sense of ethicnya tinggi bisa dipastikan kebijakan yang diambil akan memberikan nilai manfaat besar bagi khayalak luas, begitu juga sebaliknya. Terkadang nilai-nilai etika (ethic) dikesempingkan dan lebih memegang hukum formal, idealnya etika dan hukum formal harus bisa berjalan beriringan tidak dipisah-pisah atau didikotomisasikan.

Lebih lanjut Aristoteles menilai bahwa etika adalah politik tingkat tinggi (high politic) karena etika akan semakin suci jika berelasi sempurna dengan kekuasaan karena tujuan dari Negara tak kain adalah mewujudkan dan memelihata nilai-nilai kebaikan (etika)

Dalam forum diskusi tersebut ada pertanyaan dari peserta yang menanyakan terkait polemic sistem proporsional terbuka dan tertutup di pemilu legislative besok. Dosen yang telah menyelesaikan studi doktoralnya di UIN Walisongo tersebut berpandangan bahwa  proporsional terbuka (opened system)  para kontestan memiliki peluang yang equal namun ada potensi cost politik tinggi. Di samping itu juga ada indikasi berpotensi main mata antara caleg suatu partai dengan caleg lain di partai yang berbeda. Sedangkan proporsional tertutup  (closed system) partai menjadi penentu (decision maker) di pihak lain penyelenggara juga dimudahkan dalam proses penghitungan. Semua ada plus dan minus. Maka win-win solutionnya adalah akomodasi dari dua model tersebut yaitu semi terbuka  jadi sistem pemilu tetap terbuka tapi ada porsi 20 persen (atau jumlah lain yg lebih besar)  di mana partai punya kuasa menentukan kaderya di parlemen Misal di provinsi Jawa Tengah ada 120 kursi maka ada 24 kursi (atau jumlah lain) yg  mutlak bisa dikendalilan partai sedangkan sisanya diperebutkan secara bebas (model sistem terbuka). Sehingga  orang-orang yang berjasa dibalik layar untuk membesarkan partai dan tidak sempat berjumpa atau sosialisasi ke bawah bisa diakomodasi dengan sistem ini. Ini adalah wacana tentu bisa disepakati atau dikritik bahkan ditolak. Wassalam             

Share this Post1:

Galeri Photo